KICK OFF MEETING POKJA DAN FORUM PKP KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2024
Kelompok Kerja (Pokja) dan Forum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Kota Yogyakarta menyelenggarakan Kegiatan Kick Off Meeting pada Selasa, 6 Agustus 2024, bertempat di Greenhost Boutique Hotel Prawirotaman.
Kepala Bappeda selaku Ketua Pokja PKP Kota Yogyakarta Bapak Agus Tri Haryono, S.T., M.T. membuka acara dan menyampaikan keynote speech Kick Off Meeting Pokja dan Forum Perumahan dan Kawasan Permukiman TA 2024 dengan Tema : “Sinergi Lintas Sektor dan Stakeholder dalam Penyediaan Perumahan dan Infrastruktur Permukiman di Kota Yogyakarta”, dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Panitikismo Karaton Ngayogyakarta dengan tema : “Pemanfaatan Tanah Kasultanan / Tanah Kadipaten Sebagai Alternatif Solusi Permasalahan PKP di Kota Yogyakarta”, serta penyampaian materi oleh Praktisi Pemberdayaan Masyarakat yang pernah menjadi Koordinator Kota KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) Yogyakarta Bapak Raharja Mulya Atmaja, S.E., M.M. dengan tema : “Kolaborasi dan Inovasi Penanganan Masalah PKP Dari-Oleh Untuk Masyarakat”.
Kegiatan Kick Off Meeting ini dihadiri oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah DIY, Kementerian ATR/BPN Kota Yogyakarta, Pokja dan Forum PKP DIY (Bappeda, Dinas PUPESDM, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang dan Ketua Forum PKP DIY), Pokja PKP Kota Yogyakarta (Bappeda, DPUPKP, Dinas Kominfosandi,dan Dinas Damkarmat Kota Yogyakarta), Forum PKP Kota Yogyakarta (Ketua Forum PKP, PDAM, BKM, Komunikasi Winongo Asri, Komunitas Pemerti Code, Komunitas Peduli Gajah Wong, Ikatan Arsitek Indonesia DIY, Forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan, dan Dr. -Ing., Ir. Paulus Bawole, MIP.
Pada kegiatan ini Bapak Agus Tri Haryono, S.T., M.T. selaku Ketua Pokja PKP menyampaikan bahwa Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia, sehingga tujuan tersebut menjadi tugas kewenangan pemerintah dalam mewujudkannya. Namun demikian, pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan, baik akibat pertumbuhan secara alami maupun urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan hunian di perkotaan. Selain itu, keterbatasan lahan merupakan tantangan krusial yang dihadapi dalam upaya pemenuhan hunian layak dan terjangkau. Sebagaimana kota-kota lain di Indonesia, secara umum tantangan penyediaan perumahan dan infrastruktur permukiman di Kota Yogyakarta antara lain: (1) tantangan Backlog yang masih cukup besar; (2) tantangan rumah tidak layak huni dan permukiman kumuh; (3) tantangan ketersediaan dan tingginya harga lahan; (4) terbatasnya kemampuan pendanaan Pemerintah; dan (5) masih rendahnya tingkat kerjasama dan kolaborasi antara pemerintah dan non pemerintah (masyarakat dan lembaga swasta). Isu lainnya yang perlu digarisbawahi bersama adalah isu pembiayaan perumahan.
Ada beberapa hal menjadi catatan Pemerintah Kota Yogyakarta, yaitu : Perlunya membangun dan meningkatkan tata kelola kolaboratif (collaborative governance) atau bentuk kerja sama antara pemerintah dan non pemerintah (masyarakat dan lembaga swasta) untuk mengatasi permasalahan terkait penyediaan perumahan dan kawasan permukiman, Meningkatkan dan menguatkan potensi pembiayaan dari TSLP/CSR tidak hanya pada pembiayaan spot per spot atau insidental kegiatan, tetapi dapat mendukung satu program strategis penanganan permasalahan PKP dalam skala yang lebih luas. Dengan keterbatasan lahan yang ada, Pemerintah Kota Yogyakarta berupaya untuk mengusulkan pembangunan rumah susun sederhana sewa pada lahan-lahan sempit/terbatas dengan jumlah unit hunian 12-16 unit, sedangkan salah satu akar keberadaan permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni adalah kemiskinan. Karena permasalahan yang terjadi bersifat multidimensional, maka solusi inovatif yang dilakukan juga harus bersifat multi aktor, multi program, multi sektor.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Panitikismo Karaton Ngayogyakarta Bapak KRT Suryo Satrianto, beliau menyampaikan bahwa banyak tanah kesultanan yang ditempati oleh masyarakat namun belum berizin atau sudah memiliki izin namun sudah kadaluarsa. Kebijakan terkait pemanfaatan tanah kesultanan telah tertuang pada di Pergub DIY Nomor 33 Tahun 2017, dalam pasal 3 disebutkan bahwa surat kekancingan dapat memberikan kepastian hukum, tertib administrasi, dan menjamin akuntabilitas dalam pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Kesultanan dan Tanah Kadipaten. Panitikismo merupakan sebuah lembaga teknis yang berfungsi dalam penatausahaan tanah sesuai dengan fungsinya. Selanjutnya, dalam Pergub DIY Nomor 33 Tahun 2017 Pasal 50 disebutkan bahwa Tanah Kesultanan dan Tanah Kadipaten dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial dan/atau kesejahteraan masyarakat. Prosedur pemanfaatan lahan Sultan Ground tertuang dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 50, yaitu harus mendapatkan serat kekancingan dari kasultanan untuk Tanah Kasultanan atau dari Kadipaten untuk Tanah Kadipaten.
Di dalam Pergub DIY Nomor 33 Tahun 2017 Pasal 36 tentang Pengawasan terhadap Tanah Kasultanan dilakukan oleh Kasultanan dan Pengawasan terhadap Tanah Kadipaten dilakukan oleh Kadipaten. Surat kekancingan mempunyai batas waktu penggunaan dan pemanfaatan selama 10 tahun dapat diperpanjang/diperbarui. Pada penataan Kawasan SRS Kraton pada Pojok Beteng Lor Wetan, masyarakat yang telah memiliki serat kekancingan diberikan bebingah dari Kraton agar berpindah dari lokasi tersebut. Pada penataan Pojok Beteng, Panitikismo memindahkan 500 KK. Terdapat beberapa masyarakat tidak memiliki serat kekancingan namun diakui telah menempati, sehingga tetap mendapatkan bebingah. Besaran bebingah tergantung kualitas dan luas bangunan.
Selanjutnya materi akhir disampaikan oleh Praktisi Pemberdayaan Masyarakat Kota Yogyakarta Bapak Raharja Mulya Atmaja, S.E., M.M., beliau menyampaikan terkait Ilustrasi permasalahan dalam Penyelenggaraan PKP, yaitu : (1) kelembagaan penyelenggaraan PKP belum optimal ; (2) belum terpadunya infrastruktur permukiman; (3) lemahnya pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan PKP; (4) kurangnya koordinasi penyelenggaraan PKP; (5) minimnya pengembangan dan pemanfaatan teknologi (6) terbatasnya peran dan pemahaman masyarakat; (7) kurangnya sinkronisasi kebijakan bidang PKP antar jenjang pemerintahan; dan (8) penyelesaian sengketa dan permasalahan di bidang PKP memakan waktu dan berbiaya tinggi. Dalam pengembangan kawasan permukiman yang aman dan berkelanjutan, diperlukan 5 pilar pembangunan: kesiapan masyarakat (pemicuan dan demand creation); kelembagaan (khususnya kapasitas pemerintah daerah dan operator); kebijakan dan regulasi; pendanaan termasuk kesiapan pembiayaan operasi pemeliharaan; keterpaduan infrastruktur serta kesiapan teknis operasional.
Isu strategis PKP di Kota Yogyakarta memiliki banyak permasalahan pada permukiman di tepi sungai, seperti terdapat beberapa kawasan tepi sungai yang rawan banjir dan longsor, terdapat 1.544 unit rumah yang berada pada kawasan rawan longsor, pendirian rumah di tepi sungai yang tidak mentaati peraturan, masih terdapat 1.243 unit rumah yang berada pada jarak kurang dari 3 meter, dan kualitas pengelolaan limbah rendah. Salah satu penanganan kawasan kumuh di Kota Yogyakarta adalah penataan kawasan Terban. Kawasan ini berada di tebing curam di pinggir sungai Code. Lahan merupakan tanah Sultan Ground (SG) yang sebagian besar sudah habis surat kekancingannya. Kepadatan, ketidakteraturan, ketidaksesuain dengan persyaratan teknis bangunan dan memiliki resiko tinggi terhadap bahaya longsor.
Kegiatan Kick Off Meeting Pokja dan Forum PKP TA 2024 diakhiri dengan diskusi dan quiz, diharapkan dengan adanya Kick Off Meeting ini bisa menjadi spirit atau semangat seperti yang digaungkan oleh Bapak Pj. Walikota Kota Yogyakarta Bapak Ir. Sugeng Purwanto, M.M.A., yaitu Rikat, Rakit, dan Raket secara umum juga dapat menjadi spirit kita bersama yaitu bergerak cepat dan bekerja keras (rikat) serta saling berkolaborasi (rakit) untuk mewujudkan tujuan bersama jangka panjang Kota Yogyakarta (raket). Kemudian. ada juga semangat dari pencapaian SDG’s (Sustainable Development Goals) yang bisa kita pegang.