WUJUDKAN KOTA INKLUSIF, BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA GANDENG YAYASAN LKiS

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Yogyakarta bersama Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Ruang Rapat Winongo dan Manunggal Kantor Bappeda Kota Yogyakarta pada Selasa, 11 Maret 2025. Acara ini dihadiri oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di wilayah Kota Yogyakarta, Forum Kemantren Inklusif (FKI), organisasi dan komunitas penyandang disabilitas, perguruan tinggi serta kelompok masyarakat sipil lintas isu guna membahas sinergitas organisasi disabilitas serta alternatif sistem perencanaan yang lebih partisipatif dan menyeluruh.
Dalam sambutannya, Agus Salim, Kepala Bidang Pemerintahan Pembangunan Manusia (PPM) Bappeda Kota Yogyakarta menegaskan bahwa tujuan kegiatan ini memperkuat sinergi dan harmonisasi organisasi disabilitas dalam memberikan advokasi bagi penyandang disabilitas, terbangunnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, komunitas peduli disabilitas, dan masyarakat dalam mengoptimalkan peran fungsinya. Mencari alternatif kanalisasi perencanaan yang partisipatif, akomodatif dan representatif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas dalam rangka memperkuat Kota Inklusi Disabilitas dengan meningkatkan pemajuan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak yang setara bagi penyandang disabilitas.
Sementara Tri Noviana, Program Manager Yayasan LKiS, menyampaikan pentingnya mengawal suara warga serta visi misi Wali Kota Yogyakarta agar dapat terealisasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2025-2029.
“YLKiS berkomitmen mengawal. Misalnya program 1 tenaga medis 1 kampung hingga penanganan masalah sampah. Kita kawal agar implementasinya berperspektif GEDSI. Sehingga, penting melakukan upaya pengawalan bersama, dalam hal ini teman-teman difabel, organisasi difabel bersama masyarakat sipil.” ujarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, komunitas difabel sudah dilibatkan untuk memberikan masukkan dalam proses perencanaan pembangunan, baik di tingkat kelurahan, kemantren, hingga kota. Belum semuanya dapat di follow up atas keberlanjutan usulan-usulan difabel tersebut,. “Dari tahun ke tahun kami dilibatkan dalam musrenbang tematik disabilitas, kami mengajukan beberapa program, kegiatan, diantaranya perbaikan trotoar jalan, ndak harus se-Kota Yogyakarta, tapi bisa dimulai dari satu kemantren atau kelurahan terlebih dahulu secara bertahap. Karena memang dari dulu persoalannya keterbatasan anggaran yang ada.” tegas Herman (FKI Tegalrejo) dalam sesi diskusi. Berbeda dengan Agung (FKI Kraton) menurutnya beberapa usulan dapat terealisasi dari tahun ke tahun sebagai aspirasi difabel, karena ditingkat kelurahan dibentuk lembaga disabilitas yang merupakan turunan dari Forum Kemantren Inklusi, yang mengadvokasi usulan difabel dalam musrenbang kelurahan, dalam realisasi program selama ini bersumber dari pemerintah dan berkolaborasi dengan pihak non pemerintah.
Dalam hal ini, Nurul Sa’adah, Komite Pemajuan Pelindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (PPHPD) Kota Yogyakarta menyampaikan, “Dalam upaya mewujudkan Kota Inklusif Disabilitas, harus kolaboratif, akuntabel dan komitmen antar pihak sepanjang waktu. Perlu membangun koalisi bersama dan berbagi peran. Masing-masing pihak menjalankan komitmen, saling berkoordinasi, sharing informasi, serta belajar bersama.”
Dalam rangka mendalami persoalan-persoalan tersebut, dilanjutkan diskusi kelompok yang membahas revitalisasi kelembagaan dan sistem perencanaan pembangunan yang partisipatif dan menyeluruh. Di akhir diskusi, disepakati akan dilakukan sinergitas dan harmonisasi organisasi komunitas disabilitas yang ada, guna optimalisasi peran fungsinya dan diusulkan alternatif sistem perencanaan partisipatif untuk menyalurkan aspirasi warga dari tingkat kelurahan, kemantren dan kota, khususnya isu-isu pemajuan dan pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabiitas, yang aksesibel atau mudah dijangkau.
Melalui kegiatan ini, diharapkan poin-poin masukan yang telah dirumuskan selama sesi diskusi dapat menjadi poin pertimbangan dalam penyusunan kebijakan di Kota Yogyakarta. Proses ini sejalan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 tahun 2019 tentang Pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Selain itu, FGD tersebut akan menjadi sebuah sinergi antara organisasi/komunitas penyandang disabilitas, masyarakat sipil, dan pemerintah di Kota Yogyakarta dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif.